Senin, 19 Desember 2011

BAHASA DAN BERPIKIR


A.      PENDAHALUAN

Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu memahami bahasa akan memungkinkan peneliti untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia.
Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai tentang sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya (Surya Sumantri, 1998).
Materi bahasa bisa dipahami melalui Linguistik sebagaimana dikemukakan oleh Yudibrata bahwa linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, biasanya menghasilkan teori-teori bahasa; tidak demikian halnya dengan siswa sebagai pembelajar bahasa, (1998: 2). Siswa sebagai organisme dengan segala prilakunya termasuk proses yang terjadi dalam diri siswa ketika belajar bahasa tidak bisa dipahami oleh linguistik, tetapi hanya  bisa dipahami melalui ilmu lain yang berkaitan dengannya, yaitu Psikologi. Atas dasar hal tersebut muncullah disiplin ilmu yang baru yang disebut Psikolinguistik atau disebut juga dengan istilah  Psikologi Bahasa.
Terkait dengan hal di atas, dapat dikatakan sebenarnya manusia dapat berpikir tanpa menggunakan bahasa, tetapi bahasa mempermudah kemampuan belajar dan mengingat, memecakan persoalan dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu menjadi peristiwa dan objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa individu mampu mengabstraksikan pengalamannya dan mengkomunikasikannya pada orang lain karena bahasa merupakan sistem lambang yang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan segala pemikiran.
Berdasarkan pemikiran di atas , dapat dikatakan keterkaitan antara bahasa dan pikiran adalah sebuah tema yang sangat menantang dalam dunia kajian psikologi. Maka dari itu, penulis berupaya mengungkap hubungan tersebut dengan menyertakan pandangan dan konsep dari beberapa ahli yang berhubungan dengan disiplin ilmu ini.

B.      KATEGORI-KATEGORI KOGNITIF
Istilah cognitive berasal dari cognition yang padanannya knowing berarti mengetahui. Dalam arti yang luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.. (Neisser dalam Syah, 2004:22). Dalam perkembangan selanjutnya istilah kognitiflah yang menjadi populer sebagai salah satu domain, ranah/wilayah/bidang psikologis manusia yang meliputi perilaku mental manusia yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pemecahan masalah, pengolahan informasi, kesengajaan, dan keyakinan.
Menurut Chaplin (Syah, 2004:22) ranah ini berpusat di otak yang juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.
Ranah kognitif yang berpusat di otak merupakan ranah yang yang terpenting Ranah ini merupakan sumner sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah efektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Dalam kaitan ini Syah (2004: 22) mengemukakan bahwa tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seseorang dapat berpikir. Tanpa kemampuan berpikir mustahil seseongr tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi yang disajikan kepadanya.
Kategori adalah kelompok-kelompok konsep yang dihasilkan pengolahan pikiran. Kategori kognitif  Yaitu menanggapi berbagai informasi yang diterima melalui panca indra kemudian diproses dalam pikiran, kemudian membaginya dalam kelompok-kelompok untuk disimpan dalam ingatan dan menemukannya kembali dengan mudah.
Macam-macam kategori kognitif:
1.      Bilangan (Number)
Kebanyakan bahasa mempunyai cara tertentu untuk mengungkapkan kategori bilangan yang disebut tunggal dan jamak, seperti terdapat dalam rumah dan rumah-rumah: dalam bahasa Inggris house dan houses. Ada bahasa yang mempunyai bentuk dual (berdua) seperti dua rumah atau two houses.
2.      Peniadaan (Negation)
Salah satu cirri semesta yang ditemukan Greenberg ialah bahwa peniadaan yang negative ditandai terhadap yang positif sebagai berikut:
Positif x negatif
Dalam bahasa Indonesia, kekompleksan negatif itu timbul dengan penambahan bahan ( kata atau morfem) kepada sesuatu kalimat positif (umpamanya: Ali suka makan mangga dibanding dengan Ali tidak suka makan mangga), kepada kata benda (umpamanya: guru dibanding dengan bukan guru), kata sifat (umpamanya: cahya dibanding dengan nircahya). Dalam bahasa Inggris lebih luas lagi; kepada kalimat (umpamanya: He likes eating mangoes lawan He doesn’t like to eat manggoes), kepada kata kerja (umpamanya: fasten lawan unfasten), kata sifat (umpamanya: able lawan unable), kata keterangan (umpamanya: ever lawan never), dan pengganti kata benda (umpamanya: one lawan none).
3.      Sebab dan Akibat
Menurut Greenberg jikalau suatu bahasa mempunyai ungkapan-ungkapan yang berbeda kompleksitas kata atau bentuknya untuk keadaan, perubahan keadaan, dan sebab perubahan keadaan seperti dalam ketiga kata bahasa Inggris: dead, die, dan kill, maka keadaan-keadaan itu biasanya diungkapkan dengan kata-kata yang semakin kompleks. Dalam bahasa Inggris, umpamanya perubahan keadaan sering dinyatakan dengan penambahan satu morfem kepada kata untukk keadaan, seperti tampak dalam pasangan kata: solid & solidity; red & redden; dan long & lengthen. Demikian juga halnya dengan sebab perubahan keadaan seperti tampak dalam pasangan kata: sharp & sharpen; legal & legalize; dan large & enlarge. Dalam bahasa Indonesia terdapat juga perbedaan kompleksitas yang serupa. Untuk perubahan keadaan kita melihat pasangan kata: besar & membesar; panjang & memanjang; kuning & menguning. Seperti dalam contoh-contoh bahasa Inggris di atas, pasangan kata bahasa Indonesia ini secara gramatikal terdiri dari dua jenis kata; yakni kata sifat dan kata kerja. Hal yang serupaa dapat kita lihat dalam sebab perubahan keadaan (atau menyebabkan perubahan keadaan); umpamanya: resmi & resmikan, panjang & perpanjangan, mati & matikan, jalan & jalankan, dan cepat & percepat.
4.      Waktu
Dalam semua bahasa ada perbedaan antara waktu sekarang, waktu yang lalu, dan waktu yang akan datang. Menurut Greenberg waktu yang lalu biasanya ditandai terhadap waktu sekarang dan waktu yang akan datang. Dalam bahasa Indonesia, waktu yang lalu dan waktu yang akan datang sama-sama ditandai dengan kata bantu seperti: sudah, pernah, telah untuk waktu lalu, dan akan untuk waktu yang akan datang. Akan tetapi, kalau ada kata keterangan waktu seperti kemarin, tadi pagi, tahun yang lalu, besok, lusa, dan minggu depan, kata kerja itu tidak perlu ditandai dengan penggunaan kata bantu. Jadi dalam lingkungan kata keterangan waktu, penandaan kata kerja utnuk waktu adalah fakultatif (optional).
Dalam bahasa Inggris, waktu yang lalu itu ditandai dengan tambahan morfem ed jadi: call-called, dan call-have call-ed. Waktu akan datang ditandai dengan kata bantu will, jadi call-will call. Penandaan ini diharuskan (obligatory) kedua-duanya; jadi selalu ada, terlepas dari ada atau tidak adanya kata keterangan waktu (adverb of time).   
C.      KATEGORI-KATEGORI SOCIAL
Kategori-kategori sosial berakar pada keadaan hidup manusia sebagai mahluk sosial dan kultural.kategori-kategori ini terbagi menjadi 4 kelompok: (1) perkerabatan; (2) kata ganti orang; (3) ungkapan-sapaan; (4) kelas social.
1)      Perkerabatan (Kinship)
Hubungan perkerabatan dan istilah-istilah yang dipakai yang mengungkapkan sistem perkerabatan itu telah banyak dikaji oleh ahli-ahli antropologi. Tidak terlalu sukar untuk mengkaji perkerabatan ini, karena seseorang dapat mengumpulkan istilah-istilah yang digunakan, serta mendaftarkan orang-orang yang dapat dirujuk oleh setiap istilah seperti dikerjakan oleh Burling (1970). Sebagai contoh kita mengambil istilah uncle, yang dalam bahasa dan budaya Inggris dapat dipakai untuk merujuk kepada saudara laki-laki ayah, saudara laki-laki ibu, suami saudara perempuan ayah, dan suami saudara perempuan ibu. Kalau sudah dibuat daftar rujukan istilah-istilah perkerabatan seperti di atas itu, tidaklah lagi terlalu sukar membandingkan makna (rujukan) istilah-istilah itu untuk menemukan konsep-konsep semesta dalam sistem-sistem kekerabatan.
Greenberg melakukan perbandingan demikian dan ia menemukan bahwa semua bahasa membedakan paling sedikit 3 dasar perkerabatan,yaitu: generasi, hubungan darah, dan jenis kelamin. Semua bahasa memisahkan generasi; ada istilah-istilah yang berbeda antara bapak, kakek, anak, dan cucu, tetapi ada juga yang tidak membedakan antara bapak dan saudara laki-laki ayah; dan ada juga bahasa yang mempunyai satu istilah bagi keempat istilah kakek-nenek (dua dari ayah, dua dari ibu). Semua bahasa ternyata membedakan kerabat darah dari pihak suami/istri; seperti dalam bahasa Indonesia ibu vs ibu mertua; adik vs adik ipar; anak vs menantu. Dalam semua bahasa terdapat juga perbedaan jenis kelamin, paling tidak dalam sebagian istilah perkerabatan, seperti : dalam bahasa Indonesia ayah vs ibu; dalam bahasa Batak anak (anak laki-laki) vs boru (anak perempuan), hela (menantu laki-laki) vs parumaen (menantu perempuan), and sebagainya. Dalam bahasa Inggris sister (kakak atau adik perempuan); son vs daughter, dan sebagainya
2)      Kata ganti orang
Istilah-istilah perkerabatan timbul dari sistem perkawinan dan keluarga, dan kata ganti orang memang diperlukan dalam percakapan untuk pembicara (saya), orang-orang lawan bicara (engkau, kamu, saudara, ibu, bapak), dan orang ketiga (dia, beliau, mereka). Sistem kata ganti orang boleh dikatakan sistem yang semesta, yakni untuk membedakan ketiga peran ini (orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga).
 Secara umum, sistem kata ganti juga membedakan antara bilangan peserta percakapan ( contoh: “saya melihat ada peserta yang mengantuk”, ”para peserta sudah menunggu di ruangan” ). Clark&Clark melaporkan bahwa ada bahasa-bahasa yang mempunyai hanya empat kata ganti (orang), dan ada yang sampai lima belas. Menurut para penulis tersebut di atas, bahasa Inggris mempunyai lima kata ganti (tanpa memasukkan perbedaan jenis kelamin orang ketiga she dan jenis yang netral it), yakni: I, you, he, we, they. Dalam sistem ini, I dan he adalah tunggal; we dan they adalah jamak dan you tunggal atau jamak; I dipakai untuk pembicara, you untuk lawan bicara, he dan they untuk orang ketiga.
3)      Kata sapaan
Berhubungan erat dengan sistem kata ganti orang ialah kata sapaan, yaitu kata atau istilah yang dipakai menyapa lawan bicara. Kata sapaan yang dipakai orang kepada lawan bicara berkaitan erat dengan, dan berdasarkan, tanggapan atau persepsinya atas hubungan pembicara dengan lawan bicara. Sapaan terdiri atas (1) nama kecil: Ali, Daulat, Tuti, Mary, dan sebagainya; (2) gelar: Tuan, Nyonya, Nona, Datuk, Bung dan sebagainya; (3) istilah perkerabatan: Bapak, Ibu, Paman, Bibi, Kakak, Adik dan sebagainya; (4) nama keluarga: (bagi suku bangsa yang mempunyai sistem itu): Warrow, Lim, Brown, Smith dan sebagainya; (5) nama hubungan perkerabatan dengan nama seorang kerabatnya (disebut teknomini): Bapak si Ali, Ibu si Tuti, Nenek si Sahat dan sebagainya; (6) kombinasi dari yang d iatas; khususnya butir-butir 2+1; 2+4; 3+1; dan 3+4.dari komposisi kombinasi ini kelihatan bahwa gelar dan nama perkerabatan dalam hal sapaan mempunyai fungsi yang mirip, yaitu pengelakan penggunaannama kecil atau nama keluarga saja. Di sini kita pisahkan kedua sistem itu, karena terdapat perbedaan hubungan dan sikap antara orang-orang yang terlibat.
D.   Pengaruh bahasa pada Pikiran
Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran.  Dapat dikatakan bahwa psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran .Dengan kata lain, dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi  pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode.
Bahasa sebagai wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses baik berupa   bahasa  lisan  maupun  bahasa  tulis,  sebagaimana  dikemukakan   oleh  Kempen (Marat, 1983: 5) bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang  ada pada manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ataupun secara lisan. Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh seseorang, hal ini berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Karena itu,  Slama (Pateda, 1990: 13) mengemukakan bahwa psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression and communications and the means offered to us by a language learned in one’s childhood and later ‘psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan  antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya. Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang terbahasakan. Bahasa yang dipelajari semenjak anak-anak bukanlah bahasa yang netral dalam mengkoding realitas objektif. Bahasa memiliki orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman manusia. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia berpikir dan berkata.
Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika  berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi  bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang  disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ruang lingkup Psikolinguistik yaitu penerolehan bahasa, pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemprosesan bahasa, proses pengkodean,  hubungan antara bahasa dan prilaku manusia, hubungan antara bahasa dengan otak. Berkaitan dengan hal ini Yudibrata, (1998:  9) menyatakan bahwa Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak, pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara berpikir, hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding (penafsiran/pemaknaan kode), hubungan antara pengetahuan bahasa dengan pemakaian bahasa dan perubahan bahasa).
Manusia sebagai pengguna bahasa dapat dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi.
Beberapa ahli mencoba memaparkan bentuk hubungan antara bahasa dan pikiran, atau lebih disempitkan lagi, bagaimana bahasa mempengaruhi pikiran manusia. Dari banyak tokoh yang memaparkan hubungan antara bahasa dan pikiran, penulis melihat bahwa paparan Edward Sapir dan Benyamin Whorf yang banyak dikutip oleh berbagai peneliti dalam meneliti hubungan bahasa dan pikiran.
Sapir dan Worf mengatakan bahwa tidak ada dua bahasa yang memiliki kesamaan untuk dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama. Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran.
1)      Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut.
2)      Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.
Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui habituasi dan beroperasinya aspek formal bahasa, misalnya gramar dan leksikon. Whorf mengatakan “grammatical and lexical resources of individual languages heavily constrain the conceptual representations available to their speakers”. Gramar dan leksikon dalam sebuah bahasa menjadi penentu representasi konseptual yang ada dalam pengguna bahasa tersebut. Selain habituasi dan aspek formal bahasa, salah satu aspek yang dominan dalam konsep Whorf dan Sapir adalah masalah bahasa mempengaruhi kategorisasi dalam persepsi manusia yang akan menjadi premis dalam berpikir, seperti apa yang dikatakan oleh Whorf berikut ini :
“Kita membelah alam dengan garis yang dibuat oleh bahasa native kita. Kategori dan tipe yang kita isolasi dari dunia fenomena tidak dapat kita temui karena semua fenomena tersebut tertangkap oleh majah tiap observer. Secara kontras, dunia mempresentasikan sebuah kaleidoscopic flux yang penuh impresi yang dikategorikan oleh pikiran kita, dan ini adalah sistem bahasa yang ada di pikiran kita. Kita membelah alam, mengorganisasikannya ke dalam konsep, memilah unsur-unsur yang penting.
Bahasa bagi Whorf pemandu realitas sosial dan mengkondisikan pikiran individu tentang sebuah masalah dan proses sosial. Individu tidak hidup dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi sangat ditentukan oleh simbol-simbol bahasa tertentu yang menjadi medium komunikasi sosial. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk mewakili realitas yang sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat dinilai oleh Whorf sebagai dunia yang sama akan tetapi dengan karakteristik yang berbeda. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa pandangan manusia tentag dunia dibentuk oleh bahasa sehingga karena bahasa berbeda maka pandangan tentang dunia pun berbeda. Secara selektif individu menyaring sensori yangmasuk seperti yang diprogramkan oleh bahasa yang dipakainya. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sensori pula (Rakhmat, 1999).

Kesimpulan
Psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran. Hubungan bahasa dengan pikiran, yaitu dalam  penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah  kode menjadi  pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode. Pada umumnya suatu pemikiran yang kompleks dinyatakan dalam kalimat yang kompleks pula. Hal ini, dapat diartikan pula apabila dalam mengungkapkan sebuah kalimat, dibutuhkan pemikiran yang kompleks. Kompleksitas makna dalam kalimat yang kompleks muncul, karena dalam kalimat tersebut terdapat proposisi yang jumlahnya sangat banyak. Dalam penerapan proposisi-proposisi tersebut dapat bertindak sebagai anak kalimat yang menjadi pelengkap untuk kalimat induk, selain itu, kalimat itu dapat diperpanjang selama setiap akhir dari kalimat tersebut adalah nomina. Manusia yang berpikir itu merupakan kesatuan dan keseluruhan, maka bahasanya pun merupakan kesatuan dan keseluruhan.
 Bahasa merupakan sesuatu yang hidup dan dinamis. Seringkali perkembangan bahasa tidak selaras dengan perkembangan masyarakat yang mempunyainya, sehingga kerapkali ada kepincangan antara manusia dengan bahasanya. Mind Mapping adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Mind Mapping memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.Mind Mapping yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi pada setiap materi. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap saat. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran.

0 komentar:

Posting Komentar