Rabu, 23 November 2011

Tak hanya anak, Orang Tua pun Bisa Durhaka

Malin Kundang berubah jadi batu karena durhaka kepada ibunya… dan banyak lagi cerita tentang anak durhaka kepada orang tua yang mendapat kutukan beredar ditengah-tengah masyarakat sehingga terbenamlah di benak alam bawah sadar bahwa hanya anaklah yang dapat berbuat durhaka. Benarkah demikian?

Allah Swt mengatur hubungan antar makhluk dengan pengaturanNya yang sempurna, termasuk hubungan anak dengan orangtuanya dan sebaliknya orang tua dengan anaknya. Ada timbal balik hak dan tanggung jawab antara orang tua dan anaknya, dan sudah tentu orang tua yang harus lebih dahulu menunaikan kewajiban pada anaknya sebelum datang kewajiban anak kepada orang tuanya. Perhatikanlah kisah ini :

Adalah seorang lelaki yang menemui amirul mukminin Umar bin Khattab dengan mengadukan kedurhakaan anaknya.
Umar memanggil anak orang tersebut dan menghardiknya.
Tetapi kemudian sang anak berkata ” Wahai amirul mukminin bukankah seorang anak mempunyai hak atas orang tuanya?
” Betul ” jawab Umar. “Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”
Dari kisah di atas setidaknya ada tiga hal yang menjadi kewajiban seorang ayah kepada anaknya :
  1. Memilih calon ibu. Memilih seorang istri boleh jadi adalah pilihan yag paling emosional yang pernah dilakukan seorang lelaki. Tetapi di tengah-tengahnya kita juga tidak boleh meninggalkan rasionalitas sebagai kontrol bagi kita atas pilihan itu. Dengan kata lain memilih pasangan hidup adalah pilihan yang paling emosional dan sekaligus paling rasional yang pernah dilakukan seseorang. dalam pemilihan ini faktor keimananlah yang menjadi tolak ukur terpenting dalam pemilihan kreteria seorang istri, sangatlah tak layak ketika kita mengaku beriman dan memiliki pengetahuan Islam yang cukup namun mengabaikan faktor tersebut. bukankah Nabi Muhammad SAW menyarankan dalam memilih pasangan faktor keimananlah menjadi lebih dominan ketimbang yang lain. Selain kriteria keimanan, kesepadanan adalah hal penting yang harus juga dipertimbangkan. Kesholihanseorang Zaid tak dapat diragukan lagi, tetapi Rasulullah SAW mengabulkan gugatan cerai Zainab terhadap suaminya karena ia merasa Zaid tidak sepadan bagi dirinya. Bahkan dari kisah Zaid dan Zainab ini kesepadanan fisik adalah hal penting yang tidak boleh diabaikan, dengan demikian kesepadanan dalam bentuk yang lain juga tidak kalah pentingnya.
  2. Memberi nama yang baik. Nama bagi seorang anak adalah tolok ukur kasih sayang orang tua kepadanya, banyak dikemudian hari seorang anak merasa kecewa kepada orang tuanya yang memberikan nama tidak semestinya. Nama seorang anak  adalah cerminan orang tuanya, semakin faham seorang atas Dien-Nya semakin baik nama – nama yang ia berikan kepada anak – anaknya. Lebih dari itu nama adalah doa orang tua kepada anaknya, ia berisi harapan atas kebaikan hidup yang akan dijalani anak – anaknya di dunia dan akhirat.
  3. Mengajarkan Al-Quran. Mengajarkan Al Quran tidak sekedar mengajarkan bacaan Al Quran, orang tua harus dapat menjadi contoh hidup penerapan nilai – nilai Qurani bagi anak – anaknya. Orang tua, terutama ibu adalah madrasah pertama dan utama bagi anak – anaknya. Pilihan hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh contoh hidup yang ditunjukkan orang tuanya saat mereka kecil. terkadang kita sebagai orang tua mengharapkan lebih terhadap anak-anaknya tanpa mengimbangi prilaku kita sehari-hari. seringkali kita marah ketika anak-anak tidak mau berangkat mengaji di masjid, tapi apakah kita sudah mengevaluasi diri kita sendiri selaku orang tua seharusnya menjadi orang pertama yang menjadi contoh nyata bagi anak-anaknya??. karna tidak sedikit orang tua yang ugal-ugalan, melakukan perbuatan tercela atau mengganggu orang lain, namun ia marah ketika melihat anaknya melakukan hal yang sama, atau orang lain yang mengganggu anaknya. Pepatah mengatakan air jatuh tak jauh dari pelimpahannya, buah jatuh tak jauh dari pokoknya.
Kewajiban – keajiban orang tua tersebut adalah hak seorang anak atas orang tuanya, hak anak atas orang tuanya Allah hadirkan jauh sebelum datangnya kewajiban anak kepada orang tuanya. Wahai orang tua, calon orang tua, sudahkah engkau tunaikan hak anak atas dirimu?

0 komentar:

Posting Komentar